Honoring a Great Man

– Tulisan ini saya dedikasikan untuk Henry Boen, my Dad (3 Oktober 1944 – 16 Mei 2020) –

Ada jutaan hal yang bisa saya tulis, yang saya pelajari dari my Dad. Saya akan tuangkan dalam sebuah buku… suatu hari nanti.

My Dad kembali ke RumahNYA 16 Mei 2020 lalu, setelah masuk ICU selama 2 minggu, bermula dari sakit prostat hingga terdeteksi macem-macem sakitnya. Puji Tuhan, ketika ditest covid19, hasilnya negatif, sehingga 1 minggu terakhir di ICU, keluarga bisa ngunjungin my Dad, dan di hari terakhirnya, semua bisa ngumpul dan said “I love you, Dad/Opa”.

Sekeluarga tau banget kalau my Dad itu orang yang paling ngga mau nyusahin/ngerepotin orang lain. Dia dinyatakan meninggal pukul 15.47, kemudian jam 21.00 ditransfer ke rumah duka. Besokannya jam 14.00 sudah dikremasi, jam 16.00 selesai proses kremasinya. Kami cuma bikin 1x Misa untuk my Dad. Super simple, super fast. Sampe saya nanya dan bahas sama Mom dan kakak-adik, “Prosesnya cepet dan simple banget ya? Kita tetep hormatin Dad kan ya?” Kakak saya bilang, “Iya, kan memang setiap tindakan sepanjang proses, kita selalu berpikir apa yang Dad mau.”

FYI, my Dad paling ngga mau dinyanyiin “Happy Birthday” kalau ngerayain ultahnya di restoran. Segitunya. Ngga pengen rame-rame, ngga pengen yang ribet-ribet. Makanya di rumah duka ngga perlu nunggu temen-temennya dateng. Yang penting untuk keluarga inti (ngga nunggu sodara-sodara juga) bisa berdoa dan melepas dia dengan cinta dan hormat.

Anyway,… hingga detik ini, saya ngga merasa berduka. Semua orang bingung. Kremasi hari Minggu, hari Seninnya saya full zoom meeting dari pagi, siangnya taping UNLOCK with Billy Boen di Metro Tv, dan malamnya sampai jam 21.00 meeting bareng shareholder maingame.com. Selasa banyak meeting, Rabu juga sama. Dan di Hari Kamis pagi ini, saya nulis note ini, to honor my Dad. Kenapa saya ngga berduka, kok malah bersuka cita?

  1. Saya dari dulu sering denger ada orang yang penuh penyesalan; “Andai saya lebih care ke orang tua”, “Andai saya bilang i love you ke orang tua”, “Andai… andai… andai”, dan penyesalan itu terjadi ketika orang yang kita cintai sudah pergi meninggalkan kita selamanya. PERCUMA. Oleh karena itu, dari dulu, saya sering banget untuk kasih tau ke orang-orang yang saya cintai bahwa saya mencintai mereka: dengan tindakan dan dengan perkataan. Yes, i said “I love you, Dad” jutaan kali selama hidup saya, dan saya katakan “I love you, Dad. Thank you so much for everything” puluhan kali di 1 minggu terakhir hidupnya.
  2. Saya percaya bahwa orang yang meninggal itu, akan berada di tempat yang lebih baik. I trully believe that. Jadi, ketika my Dad sudah di ICU, doa saya (dan keluarga) bukan untuk memohon Tuhan untuk menyembuhkan my Dad, tapi berserah pada Tuhan, silahkan Tuhan yang memutuskan apakah my Dad akan dipanggil ke RumahNYA atau diperbolehkan pulang ke rumah my Mom Dad untuk ditake care sama kami sekeluarga. Jadi, ketika Tuhan memanggil my Dad ke RumahNYA, kami semua ikhlas dan bersuka cita.
  3. Saya tau kalau my Dad had lived his fullest life. Sebagai seseorang yang merantau dari Pontianak ke Jakarta untuk kuliah di UI dengan modal 1 koper baju, sampai bisa menjadi Direktur di beberapa perusahaan besar dan menjadi Country Manager sebuah brand asal Amerika (Polaroid), punya rumah 1,200 sqm dengan kolam renang dan “pool house”, modalin my Mom bisnis Doggie, dan nyekolahin 3 anaknya hingga semuanya lulus MBA (S2) dari Amerika tanpa beasiswa… yes, he has accomplished A LOT.

Di tahun 1998, ketika Indonesia lagi mencekam, my Dad bilang ke kami sekeluarga, “Kita ngga akan kabur dari Indonesia. Kita lahir di Indonesia, kita akan mati di Indonesia” (meski kita WNI keturunan Cina). My Dad dan my Mom telah berhasil menanamkan nilai keberagaman dalam keluarga kami. My Dad akhirnya dibabtis Katolik, My Mom Katolik, saya dan James Katolik, istri saya Budha, Kakak saya beserta istri dan anak-anaknya Muslim, adik saya beserta suami dan anak-anaknya Kristen. Setiap Natal kami berkumpul, setiap Lebaran kami berkumpul dan merayakan. Istri saya orang Thailand. Kakak ipar saya keturunan Dayak. Adik ipar saya Batak. Jangan heran kalau saya bisa menjadi individu yang sangat berpikiran terbuka dan bisa menerima perbedaan dengan tulus. Jangan heran kalau YOT seperti ini dan berniat untuk bisa terus ada untuk ambil andil terus Menyatukan Indonesia. Benihnya, dari my Dad.

Sampai napas terakhirnya, dia telah menjadi role model buat kami semua yang kenal dia.

He loved my Mom. He loved his family so much. Dia sumbang sana sini, dia sekolahin entah berapa anak. Dan khusus untuk saya, dia selalu ada di setiap saya mencapai milestone dalam hidup saya. Dia yang nganterin saya interview di Nike (Feb 2001), dia berikan speech di peluncuran buku “Young On Top” (April 2009), dia dengerin YOT radio talkshow di Kis Fm (Nov 2009), dia dateng setiap tahun ke YOT National Conference (2011-2019), dia dateng ke peluncuran buku “Y” (2019), dia nonton YOT Metro Tv (2012), dia nonton UNLOCK with Billy Boen (2019), dan dia selalu excited ketika saya cerita perkembangan bisnis-bisnis saya: YOT, GDILab, TopKarir, Bizhare, Maingame, dan Ternak Kambing. Saya sempat infokan bahwa saya ditunjuk jadi Advisor Bank BRI, dan i could see how proud he was.

So, Dad, i know you can read this… once again:

“I LOVE YOU, THANK YOU SO MUCH FOR EVERYTHING. I HOPE I HAVE MADE YOU PROUD. I AM LUCKY, PROUD, AND HONORED TO BE YOUR SON. WITHOUT YOU, THERE’S NO YOUNG ON TOP. YOUR VALUES LIVE IN ME. I WILL KEEP SPREADING THEM FOR INDONESIA. YOUR LEGACY LIVES ON, DAD.”

LOVE,

“BILLY THE KID”

Twitter: @billyboen | IG: @billyboenYOT | Facebook: @billyboenYOT | Linkedin: Billy Boen

21/5/2020

***Dilarang untuk mengutip keseluruhan maupun sebagian dari BBCNotes yang saya tulis tanpa ijin tertulis dari saya untuk ditulis/diposting di manapun.